Filsafat hakikatnya merupakan olah pikir manusia itu sendiri (Clark & Karmiloff-Smith: 1993). Filsafat terbangun atas pikiran kita masing-masing, bukan atas kemauan orang lain yang lantas kita lakukan untuk memuaskan orang lain. Kita melakukan sesuatu atas perintah kerja pikiran kita, tidak diminta juga tidak diberi. Ketika kita mampu membangun pikiran kita maka kita sedang membangun konstruksi. Saat kita tertawa, melamun, menangis, gelisah pikiran kita tidak mati tetapi bisa saja aktivitas kita mati. Hal ini dikatakan pikiran kita tidak mati karena kita (misal) tertawa. Siapa yang mampu menggerakkan bibir kita untuk melebar sehingga bisa tertawa? Apakah diri kita? Apakah tangan kita yang menarik bibir kita? Ataukan mulut kita yang sengaja dibuka? Ataukah kita sedang memiliki aktivitas “gila”? wallahu a'lam, hanya Allah yang mengetahui. Kita tidak tahu, kenapa kita bisa melakukan aktivitas tertawa dan bahkan aktifitas lainnya bisa saja mati meski hanya dalam hitungan second. Bernafas misal.
Lihat gambar tangkapan layar ini, siapa yang sesungguhnya tertawa? Apakah yang terlihat melebar bibirnya?, ataukah yang nampak giginya?, ataukah yang menutup bibirnya dengan tangan? ataukah yang bersembunyi? Semua ini semu tetapi nyata, asli tetapi palsu (Wang: 1999). Inilah modernisasi yang kita terima dimasa pandemi, menunjukkan tawa yang seolah semu tetapi memang nyata. Meskipun demikian perkuliahan tetap berjalan sebagai wahana untuk menjalin silaturahmi dengan relasi S3 PEP B Angkatan 2021. Tapi relasi ini hanya sebagian tidak utuh. Tapi mana yang sebagian karena semua hadir? Tetapi mana yang utuh karena hanya sebagian yang terlihat. Tidak ada yang sempurna, kesempurnaan hanya milik Allah semata (absolut).
Kuliah perdana Filsafat PEP
31 Agustus 2021 bersama Prof. Dr. Marsigit MA merupakan salah satu pendekatan
spiritual: memperkokoh iman, mendekatkan diri kepada Allah. Doa, penyebutan
nama, tawa, sinyal/jaringan semua itu menjadi relasi. Lalu bagaimana dengan
orang-orang yang hanya menampakkan sebagian tubuh dilayar/ruang zoo? Apakah itu
juga relasi? Bahkan hanya nampak rambutnya saja, sedang sebagian nampak
hidungnya? Maka ini pula menjadi himpunan. Himpunan orang-orang yang kuliah
secara daring menggunakan zoom. Pikiran tidak bisa dihentikan, sekalipun yang
membawanya tidur pikiran tetap berpikir. Bagaimana bisa? Saya pun tidak tahu,
karena tidak setiap hal
dapat ditanya, tidak setiap pertnyaan dapat dijawab. Wallahu a'lam
Clark, A., & Karmiloff-Smith, A. (1993). The cognizer's
innards: A philosophical and psychological perspective on the development of
thought.
Wang, N. (1999). Rethinking authenticity in tourism experience. Annals of tourism research, 26(2), 349-370.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar